Rabu, 04 November 2009

Ekor Badai Tropis Tambah Panjang, Hujan Petir Menghadang


Senin, 2 November 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekor badai tropis yang terjadi di sekitar wilayah Indonesia cenderung makin panjang. Dampak makin panjangnya ekor badai ini antara lain timbulnya hujan lebat disertai angin kencang dan petir serta tingginya gelombang laut.

”Semakin panjangnya ekor badai ini diusulkan masuk kajian Panel Internasional Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim atau IPCC,” kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian, Minggu (1/11) di Jakarta.

Edvin menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam sidang ke-31 IPCC di Nusa Dua Bali, 26-29 Oktober 2009. Pertemuan itu untuk mempersiapkan garis besar buku kajian IPCC (Assesment Report) V yang akan diterbitkan IPCC pada tahun 2013 untuk kelompok bidang basis ilmiah. Adapun tahun 2014 untuk kelompok bidang dampak, adaptasi, dan kerentanan, serta kelompok bidang mitigasi perubahan iklim.

”Badai tropis di wilayah utara perairan Indonesia dikatakan sebagai daerah netral, frekuensinya relatif tetap. Namun, kita mempersoalkan kecenderungan dampak ekor badainya yang makin bertambah panjang dan memengaruhi cuaca di wilayah Indonesia,” kata Edvin.

Koordinator Pusat Peringatan Badai Tropis (Tropical Cyclone Warning Center/TCWC) BMKG Fachri Rajab menyebutkan, intensitas badai tropis April-November di utara wilayah perairan Indonesia memiliki rata-rata 25,7 kali berdasarkan data tahun 1968-1990. Tercatat sejak Mei hingga akhir Oktober 2009 di utara wilayah perairan Indonesia telah terbentuk 23 badai tropis (Kompas, 29/10).

Badai Mirinae

TCWC BMKG mengumumkan, badai tropis di wilayah utara perairan Indonesia hingga saat ini masih berlangsung. Badai yang dinamai Mirinae itu pada Minggu (1/11) pagi berada di arah utara-barat laut berjarak 1.200 kilometer Kota Tarakan, Kalimantan Timur, bergerak menjauh dari Indonesia dengan kecepatan 12 knot atau sekitar 23 kilometer per jam.

Kecepatan angin yang ditimbulkan maksimum mencapai 45 knot atau berkisar 85 kilometer per jam. Dampak yang ditimbulkan berupa gelombang laut tinggi di atas 2 meter di Laut Natuna dan Laut China Selatan.

Selain itu, konvergensi atau pengumpulan awan yang berpotensi mendatangkan hujan ringan sampai sedang terjadi di Semenanjung Malaka, di wilayah utara Sumatera, serta Kalimantan. Terjadi belokan angin di perairan Kalimantan bagian barat yang menimbulkan peluang hujan di wilayah itu.

BMKG memprediksi, badai tropis Mirinae tersebut masih akan berlangsung hingga Senin (2/11) ini dalam kondisi yang makin meluruh. Diperkirakan pada Senin pukul 07.00 badai menimbulkan kecepatan angin sampai 65 kilometer per jam. Badai Mirinae bergerak makin menjauh dari Indonesia. (NAW)




Editor: wsn

Minum Susu Justru Sebabkan Osteoporosis?



Rabu, 4 November 2009

Oleh IRWAN JULIANTO

Hari Osteoporosis Nasional 2009 diperingati ribuan warga di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 25 Oktober lalu. Sebagai sebuah event, acara itu cukup berhasil menarik perhatian, yang tentu tidak lepas dari peran sebuah perusahaan swasta yang memasarkan produk susu, terutama untuk orang dewasa.

Acara itu juga seolah-olah merupakan antitesis atau sanggahan terhadap pendapat bahwa minum susu terlalu banyak justru menyebabkan osteoporosis. Pendapat yang terakhir ini tercantum dalam buku best seller karya Prof dr Hiromi Shinya, The Miracle of Enzyme-Self-Healing Program, yang tahun 2008 telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterbitkan Qanita, anak perusahaan Mizan.

Hingga tahun ini, buku itu telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Tak kurang dari pengusaha Ciputra amat memercayai isi buku itu, sampai pernah mengadakan seminar untuk warga usia lanjut di rumahnya dengan pembicara seorang dokter yang menguraikan pokok-pokok isi buku Shinya.

Dalam bukunya itu, Shinya yang guru besar kedokteran Fakultas Kedokteran Albert Einstein di Amerika Serikat menulis demikian: ”Satu miskonsepsi umum yang terbesar mengenai susu adalah bahwa susu membantu mencegah osteoporosis. Oleh karena jumlah kalsium dalam tubuh kita berkurang seiring dengan usia, kita diberi tahu untuk minum susu yang banyak untuk mencegah osteoporosis. Namun, ini adalah sebuah kesalahan besar. Minum susu terlalu banyak sebenarnya menyebabkan osteoporosis.”

Apa argumen Shinya terhadap pendapatnya yang ”melawan” pendapat umum ini, termasuk sebagian dokter ahli gizi klinik? Menurut Shinya, kadar kalsium dalam darah manusia biasanya terpatok pada 9-10 mg. ”Namun, saat minum susu, konsentrasi kalsium dalam darah Anda tiba-tiba meningkat. Walaupun sepintas lalu hal ini mungkin terlihat seperti banyak kalsium telah terserap, peningkatan jumlah kalsium dalam darah ini memiliki sisi buruk. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan abnormal ini menjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui urine,” demikian pendapat Shinya.

Ia menambahkan, ”Jika Anda mencoba minum susu dengan harapan mendapatkan kalsium, hasilnya sungguh ironis, yaitu menurunnya jumlah kalsium dalam tubuh Anda secara keseluruhan. Dari empat negara susu besar—Amerika, Swedia, Denmark, dan Finlandia—yang banyak sekali mengonsumsi susu setiap hari, ditemukan banyak kasus retak tulang panggul dan osteoporosis.”

Masuk akal

Menanggapi pendapat Shinya ini, pakar gizi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Waloejo Soerjodibroto, ketika dihubungi menyatakan bahwa pendapat tersebut masuk akal. Waloejo mengaku belum membaca buku Shinya, tetapi ia belum yakin bahwa kadar kalsium yang berlebih akibat asupan minum susu justru akan mendorong pembuangan kalsium dari ginjal melalui urine, termasuk kalsium dari massa tulang. ”Betapapun susu adalah sumber protein sehingga dalam konteks yang benar, susu tetap berguna untuk tubuh,” katanya.

Walaupun demikian, Waloejo setuju dengan sebagian pendapat Shinya bahwa susu sapi memang paling cocok untuk anak sapi, bukan untuk anak manusia, apalagi manusia dewasa. ”Dalam perkembangan masyarakat modern, air susu ibu diganti oleh susu formula atau pengganti air susu ibu supaya kaum ibu bisa aktif bekerja. Manusia punya otak untuk merekayasa, termasuk menciptakan pengganti air susu ibu yang mendekati atau mirip air susu ibu, walaupun tak bisa sama persis,” tambahnya.

Kita tentu ingat slogan gizi ”Empat Sehat, Lima Sempurna” yang diciptakan tokoh gizi nasional, almarhum Prof dr Poorwosoedarmo, sekitar empat dekade lalu, yang menyebutkan bahwa konsumsi susu ”menyempurnakan” empat komponen makanan lainnya (karbohidrat, protein dan lemak nabati/hewani, sayur, dan buah-buahan). Menurut Waloejo, slogan itu bagus dan amat berguna pada masa tahun 1960-an ketika kondisi gizi masyarakat Indonesia masih kurang baik karena memberikan panduan yang mudah diingat masyarakat awam.

”Namun, kini kita dapat mempertanyakan, apakah benar tanpa susu asupan gizi kita kurang sempurna. Panduan ini kemudian diganti dengan istilah ’menu seimbang’ (balanced diet), yang sebenarnya juga tidak pas. Yang benar untuk konteks Indonesia adalah giza atau gizi lengkap (wholesome diet). Semua komponen ada, tidak kelebihan, tidak kekurangan,” tutur Waloejo.

Konsumsi ikan

Menurut Prof Errol Untung Hutagalung, Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), puncak massa tulang (peak bone mass) manusia terjadi pada usia 20 hingga 30-an tahun. Jumlah penderita osteoporosis terus meningkat dan dikhawatirkan menjadi beban masalah kesehatan di Indonesia 40 tahun lagi. Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan memaksimalkan mengonsumsi kalsium ketika usia 20-30 tahun. Pengurangan kalsium mulai terjadi pada usia 40 tahun dan makin meningkat setelah usia 50 tahun, katanya (Kompas, 26/10). Ketika dihubungi semalam, Hutagalung menyatakan belum membaca buku Shinya sehingga belum bisa berkomentar bahwa konsumsi susu malah dapat meningkatkan laju osteoporosis.

Prof Waloejo sebaliknya setuju dengan pendapat Prof Shinya bahwa asupan kalsium tidak melulu harus dari susu. Ikan-ikan kecil dan rumput laut, yang selama berabad-abad dimakan oleh bangsa Jepang, ternyata mengandung kalsium yang tidak terlalu cepat diserap (slow release) yang justru dapat meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.

Waloejo menekankan, yang penting untuk mencegah berkurangnya massa kalsium pada jaringan tulang bukan hanya asupan kalsium, tetapi juga tersedianya vitamin D3, yang dibuat dari inti kolesterol.

Pada awal evolusi, manusia purba tidak gampang mencari lemak. Dalam perkembangannya, lingkungan dan pola hidup manusia berubah, tetapi mekanisme usus dan enzim-enzim manusia purba masih tidak berbeda dengan manusia modern.

”Itulah sebabnya kita sekarang menjumpai banyak kasus obesitas, kelebihan kolesterol dan trigliserida. Kritik Prof Shinya ada benarnya,” katanya.




Edit

Retakan Besar di Afrika Bakal Menjadi Samudra Baru


Gelombang tinggi di laut

ADDIS ABABA, KOMPAS.com — Celah sepanjang 55 kilometer di gurun Ethiopia diperkirakan akan berkembang menjadi samudra baru. Celah selebar 6 meter di beberapa titik tersebut mulai terbuka tahun 2005, dan sejumlah ahli geologi yakin itu akan menjadi cikal bakal samudra baru.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan tim peneliti internasional dan dilaporkan dalam jurnal Geophysical Research Letters, terungkap bahwa proses terbentuknya celah itu serupa dengan yang terjadi di dasar samudra. Aktivitas yang sama saat ini juga terjadi di Laut Merah.

Menggunakan kumpulan data seismik dari 2005, para peneliti mencoba merekonstruksi peristiwa itu untuk menunjukkan bahwa celah itu terbuka sepanjang 55 kilometer hanya dalam waktu beberapa hari. Mulanya, Dabbahu, yang merupakan gunung berapi di ujung utara celah, meletus, lalu aliran magma mendorong melalui tengah-tengah celah dan mulai membuka retakan di kedua arah.

"Kita tahu bahwa pegunungan dasar laut muncul akibat desakan magma seperti ini, tapi kita tak pernah tahu bahwa desakan magma bisa membuatnya terpecah seperti ini," kata Cindy Ebinger, Profesor Ilmu Bumi dan Lingkungan Hidup di Universitas Rochester.

Hal itu menunjukkan bahwa gunung berapi aktif di sepanjang tepi lempeng tektonik samudra bisa tiba-tiba pecah dalam bagian yang luas, dan bukan dalam bagian kecil-kecil seperti yang diyakini selama ini. Peristiwa retakan yang datang tiba-tiba di daratan akan lebih berbahaya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya,” ucap Ebinger.

Lempengan Afrika dan Arab yang bertemu di padang terpencil Afar Ethiopia Utara kini mulai merekah akibat proses itu dengan laju kurang dari 1 inci per tahun selama 30 juta tahun terakhir. Celah ini membentuk depresi Afar sepanjang 300 km hingga Laut Merah. Melalui jalur itu, Laut Merah diperkirakan akan mengalir ke rekahan Ethiopia dan membentuk laut baru sekitar sejuta tahun mendatang. Laut baru itu akan menghubungkan Laut Merah dan Teluk Aden, serta Laut Arab antara Yaman di Jazirah Arab dan Somalia di Afrika Timur.


M14-09

Editor: wsn